Akhlak memiliki rukun yang menjadi inti dari akhlak itu sendiri dan gambaran akhlak yang baik tidak akan terlepas dari rukun ini. Ibnu Rajab dalam kitabnya yang berjudul Jāmi'ul 'Ulūm wal Hikam, beliau telah menukil perkataan Abu Muhammad bin Zaid al-Qairuwaniy; Imam para ulama madzhab maliki di zamannya.
قال أبو محمد بن زيد القيرواني: جماع آداب الخير وأزمته تتفرع من أربعة أحاديث: قول النبي صلى الله عليه وسلم: (من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت)، وقوله صلى الله عليه وسلم: (من حسن الإسلام المرء تركه ما لا يعنيه)، وقوله صلى الله عليه وسلم للذي اختصر له في الوصية: (لا تغضب)، وقوله صلى الله عليه وسلم: (المؤمن يحب لأخيه ما يحب لنفسه).
Abu Muhammad bin Zaid al-Qairuwaniy berkata, " Keseluruhan etika baik dan buruk itu terbagi dalam empat hadits: 1) Hadits Nabi -shallallāhu 'alaihi wasallam- 'Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau lebih baik diam' [1]. 2) Hadits Nabi -shallallāhu 'alaihi wasallam- 'Ciri baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat' [2]. 3) Hadits Nabi -shallallāhu 'alaihi wasallam- 'Jangan marah' [3]. 4) Hadits Nabi -shallallāhu 'alaihi wasallam- 'Seorang mukmin mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri' [4]."
RUKUN AKHLAK
Shiyānatul Lisān (Menjaga Lisan)
Rasulullah -shallallāhu 'alaihi wasallam- bersabda, "Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau lebih baik diam". Makna dari menjaga lisan adalah menjaganya dari setiap ucapan yang sia-sia atau yang tidak bermanfaat. Dari hadits ini, Rasulullah -shallallāhu 'alaihi wasallam- mengajak umatnya agar senantiasa berpikir sebelum berbicara.
Ada tiga keadaan bila kita berpikir sebelum berbicara:
- Kita mengetahui bahwa apa yang akan kita ucapkan adalah perkataan yang baik, maka mengucapkannya tidaklah bermasalah.
- Kita mengetahui bahwa apa yang akan kita ucapkan adalah hal yang buruk; bohong, gosip, hinaan, adu domba, dan lainnya, maka wajib bagi kita menjaga lisan kita dari hal-hal tersebut.
- Kita mengetahui bahwa apa yang akan kita ucapkan merupakan syubhāt (tidak diketahui baik atau buruknya), maka apabila kita dalam kondisi seperti ini, sebaiknya kita tinggalkan. Rasulullah -shallallāhu 'alaihi wasallam- bersabda, "Tinggalkan apa yang meragukanmu dan kerjakan apa yang tidak meragukannmu." [5]
Allah Ta'ala pun telah berfirman dalam kitab-Nya yang mulia
يَآ أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah pada Allah dan ucapkan ucapan yang benar". [6]
Tark mā lā ya'nīh (Meninggalkan Hal Sia-Sia)
Orang yang senantiasa ingin tahu urusan orang lain dan ingin mencampuri urusan yang tidak bermanfaat baginya, maka dia sudah dipastikan tidak memiliki adab, sesuai dengan hadits Nabi -shallallāhu 'alaihi wasallam- di atas.
Lā Ghadhab (Tidak Marah)
Setiap kali manusia emosianal (marah), maka jangan sampai keluar ucapan apapun dari lisannya dan keluar perbuatan apapun dari raganya, karena biasanya ucapan dan perbuatan orang yang ketika marah adalah hal-hal yang membuat dia tidak berakhlak baik. Rasulullah -shallallāhu 'alaihi wasallam- bersabda, "Apabila seseorang dari kalian marah sambil berdiri, maka hendaknya dia duduk, maka apabila emosinya belum hilang, maka hendaknya dia berbaring." [7]
Salāmatul Qalb (Berhati Bersih)
Orang yang memiliki hati yang bersih dari iri, dengki, buruk sangka, benci, apatis, dan penyakit hati lainnya, maka dia telah memiliki langkah awal yang baik dalam berinteraksi sosial. Rasulullah -shallallāhu 'alaihi wasallam- bersabda, "Sungguh di dalam raga terdapat segumpal daging yang apabila ia baik, maka baik pulalah seluruh jasad, tapi apabila segumpal daging itu rusak, rusak pulalah seluruh raganya, ia adalah hati." [8]
----------------------------------------
- [1] HR. Bukhari No. 6135 dan Muslim No. 48.
- [2] HR. Tirmidzi No. 2318 dan Ibnu Majah No. 3976.
- [3] HR. Bukhari No. 6116.
- [4] HR. Bukhari dan Muslim.
- [5] HR. Tirmidzi No. 2518 dan an-Nasa'i No. 5711.
- [6] QS. al-Ahzab; 70.
- [7] HR. Ahmad No. 21348 dan Abu Daud No. 4782.
- [8] HR. Bukhari No. 5 dan Muslim No. 1599.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar