FGT 005: Seputar Siwak - Kang Ali

Breaking

Aliyyurrahman As-Sundawiy

Rabu, 08 Maret 2023

FGT 005: Seputar Siwak


 والسواك مستحب في كل حال إلا بعد الزوال للصائم وهو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا: ١- عند تغير الفم من أزم وغيره، ٢- وعند القيام من النوم، ٣- وعند القيام إلى الصلاة.


Bersiwak merupakan sunnah nabi secara mutlak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


السواك مطهرة للفم مرضاة للرب
Siwak adalah pembersih mulut dan mengundang ridha Allah. [1]


Bersiwak juga bagian dari sunnah berwudhu. Menurut Imam Ibnu Qasim al-Ghazi,


ويطلق السوام أيضا على ما يستاك به من أراك ونحوه
Siwak juga bisa dikatakan sesuatu yang membersihkan mulut dan gigi dengan arak (batang pohon siwak) atau dengan lainnya. [2]


Kata (ونحوه) yang artinya "dengan lainnya" ini berarti bersiwak tidak hanya terbatas dengan arak. Syaikh Ibrahim al-Baijuri menjelaskan apa maksud "dengan lainnya" ini,


المراد بنحوه: كل خشن طاهر يزيل القلح أي صفرة الأسنان ولو  نحو خرقة
Maksud dari "dengan lainnya" ini adalah segala sesuatu yang sifatnya keras, suci, mampu menghilangkan plak gigi, seperti kain. [3]


Jadi, bila seseorang meniatkan bersiwak dengan sikat gigi, maka sikat giginya bernilai pahala karena sudah dianggap menjalankan sunnah nabi.


Namun, bersiwak bisa menjadi makruh bila dilakukan setelah waktu zhuhur di hari puasa, baik itu puasa wajib ataupun sunnah. Waktu makruh dianggap selesai ketika datangnya waktu maghrib. [4]


Dikatakan makruh karena bersiwak akan menggantikan bau mulut orang yang berpuasa. Ini pendapat rajih menurut Iman Rafi'i dalam kitab Raudhah. Sedangkan bau mulut orang yang puasa memiliki keutamaan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


ولَخُلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك
Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi. [5]


Namun, Imam Nawawi memilih pendapat tidak makruh bila orang yang puasa bersiwak di waktu zhuhur hingga maghrib [6]. Menurut Syaikh Dr. Labib Najib, Imam Nawawi memilih pendapat tidak adanya makruh karena dalil keutamaan bersiwak ada secara mutlak di setiap waktu; tidak ada dalil yang menjelaskan kemakruhannya; dan bau bersiwak tidak muncul dari mulut, melainkan muncul dari hidangan yang dimakan. [7]


WAKTU YANG PALING DIANJURKAN BERSIWAK


Ada beberapa waktu yang paling dianjurkan untuk bersiwak, yaitu

1. Ketika keadaan mulut berubah karena lama didiamkan atau karena makanan yang telah dimakan.

2. Ketika bangun tidur. Hal ini diperkuat dengan adanya dalil

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا استيقظ من النوم استاك. وروي: يشوص فاه بالسواك
Pernah suatu saat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam apabila bangun dari tidurnya, beliau bersiwak. Dalam riwayat lain: beliau membersihkan mulutnya dengan siwak. [8]

3. Ketika akan melaksanakan shalat; baik itu shalat wajib ataupun sunnah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة
Jika saja tidak memberatkan umatku, sungguh aku perintahkan mereka agar bersiwak setiap kali akan melaksanakan shalat. [9]


Kemudian, Imam Taqiyuddin Muhammad al-Hushni al-Husaini menambahkan bahwa sangat dianjurkan juga bersiwak ketika berwudhu [10]. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,


لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل وضوء
Jika saja tidak memberatkan umatku, sungguh aku perintahkan mereka agar bersiwak setiap kali akan berwudhu. [11]

Juga sangat dianjurkan ketika akan membaca Al-Qur'an, ketika gigi sudah menguning, masuk rumah, dan sebelum tidur. [12]


TATACARA BERSIWAK [13]


  1. Sebelum bersiwak hendaknya berniat terlebih dahulu dengan niatan menjalankan sunnah.
  2. Gunakan tangan kanan.
  3. Mulailah masukan siwak atau apapun yang dapat membersihkan mulut dan gigi (dengan syarat yang sudah dijelaskan diatas) ke bagian kanan.
  4. Bersihkanlah dari bagian kanan mulut hingga bagian lainnya.
  5. Bersihkan bagian atas dekat tenggorokan secara lembut dan sekitar gigi graham (belakang).




==================
  • [1] HR. Nasa'i No. 5
  • [2] Muhammad bin al-Qasim al-Ghazi, Fathul Qaribil Mujib (Damaskus: Resalah Publisher, 2020), hlm. 85
  • [3] Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah asy-Syaikh Ibrahim al-Baijuri 'ala Fathil Qaribil Mujib (Kairo: Dar 'Alamiyyah, 2018), hlm. 87
  • [4] Op. Cit.
  • [5] HR. Muslim
  • [6] Muhammad, Loc. Cit.
  • [7] https://youtu.be/Tb_C3yfmIps (diakses 8 Maret 2023)
  • [8] HR. Bukhari No. 242 dan Muslim No. 255
  • [9] HR. Bukhari No. 6813 dan Muslim No. 252
  • [10] Taqiyuddin Muhammad al-Hushni al-Husaini, Kifayatul Akhyar fi Jalli Ghayatil Ikhtishar (Kairo: Darul Hadits, 2016), hlm. 38
  • [11] HR. Ibnu Khuzaimah No. 140 dan Nasa'i No. 3034
  • [12] Op. Cit.
  • [13] Muhammad, Op. Cit, hlm. 86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar