Tips Berdakwah di Media Sosial - Kang Ali

Breaking

Aliyyurrahman As-Sundawiy

Kamis, 10 Agustus 2017

Tips Berdakwah di Media Sosial

malirahman.blogspot.com

Media sosial selain bisa digunakan untuk berinteraksi dengan teman, sahabat, keluarga, saudara, bahkan dengan orang yang tidak dikenal, juga bisa digunakan sebagai sarana berdakwah. Menebarnya syi'ar islam di jagad maya memudahkan akses orang-orang yang sibuk dengan profesinya agar bisa stay on mendengarkan  atau melihat ceramah; bagai ia hadir di dalam majelis. Kesadaran umat islam akan taklif (beban) wajibnya berdakwah membuat umat salinf berbagi ilmu agama; baik yang ditulis langsung dalam akunnya atau hanya sekadar membagi ulang (reshare) dari orang lain.

Allah subhanah wata'ala berfirman:

ادْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالحِكْمَةِ وَالمَوْعِظَةِ الحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالمُهْتَدِينَ

"Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan debatlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. Annahl: 125)

Kata (ادْعُوا) merupakan kata perintah dari asal kata (دعوة) da'wah yang dalam bahasa indonesia memiliki arti "seruan" atau "ajakan".

Kemudian, Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam juga bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَة

"Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat." (Shahih Bukhari no. 3202, Musnad Ahmad no. 6198; 6594; 6711, Sunan Darimi no. 541)

Masih banyak lagi dalil shahih yang menguatkan akan penting dan wajibnya berdakwah bagi seorang muslim. Namun, tentu masing-masing muslim memiliki kesibukan dan profesi yang berbeda. Tidak semua muslim bisa meluangkan waktu berdakwah sebagaimana dakwah ustadz pada umumnya.  Pun, tak semua muslim mengenyam pendidikan islam secara mendalam layaknya santri. Sejatinya, dakwah tak selamanya identik dengan mengisi kajian di masjid atau berbicara di depan umum. Mencontohkan hal baik sesuai Qur'an dan Sunnah di depan orang lain sudah termasuk kriteria dakwah, bahkan di zaman yang teknologi berkembang dengan pesat, dakwah bisa dilakukan di dunia maya (media sosial) walau hanya sebatas menyampaikan nasihat pendek.

Esensi dakwah adalah menyampaikan perintah Allah dan rasul-Nya agar dikerjakan serta menyampaikan segala larangan Allah dan rasul-Nya agar dijauhi. Acap kali kita abai bahwa dalam ilmu syariat, 'ulama sering mengalami silang pendapat dalam menetapkan hukum. Perbedaan hukum tertentu dalam syari'at islam sering disebut ikhtilaf (اختلاف). Ikhtilaf sebenarnya sudah terjadi di masa salafush shalih (shahabat, tabi'in, dan tabittabi'in). Hal yang sudah wajar terjadi di kalangan ulama terdahulu selagi masih dalam koridor Qur'an dan Sunnah.

Perbedaan pendapat tersebut walau merupakan hal yang wajar, perlu disikapi dengan kehati-hatian. Apalagi, bila perbedaan itu sampai membentuk permusuhan sesama muslim, bahkan abai terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama. Hal yang membuat perbedaan menjadi senjata permusuhan bagi persaudaraan adalah sikap yang datang dari orang-orang yang tidak mengerti dalam permasalahan syari'at, apalagi tidak sedikit dari orang-orang jahil tersebut yang berdusta di atas nama Allah dan rasul-Nya sehingga menghancurkan ukhuwwah islamiyah.

Dari permasalahan yang dihadapi muslim sebagai seorang mukallaf (yang dibebani) wajibnya berdakwah, maka penulis di sini ingin berbagi tips bagaimana cara berdakwah dalam media sosial yang benar.

1. Jangan berdusta atas Allah dan Rasul.

Allah subhanah wata'ala berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَوْ كَذَّبَ بآيَاتِهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الظَّالِمِيْنَ

"Dan siapakah yang lebih zholim daripada orang yang mengada-ngada suatu kebohongan tehadap Allah atau yang mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya Allah tidak menguntungkan orang-orang yang zholim." (QS. Al-An'am: 21)

Kemudian, Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّار

"Barang siapa yang berdusta atasku dengan sengaja, maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka." (Shahih Bukhari no. 3202, Musnad Ahmad no. 6198; 6594; 6711, Sunan Darimi no. 541)

Berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya merupakan tindakan terburuk dari seorang da'i. Akibatnya tidak main-main seperti yang tertera dalil di atas. Na'udzubillah min dzalik.

2. Pastikan materi didapat dari ulama terpercaya.

Allah subhanahu wata'ala berfirman:

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Bertanyalah pada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya." (QS. Annahl:43)

Kemudian, Allah subhanahu wata'ala berfirman juga:

يَا أَيُهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُم فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيْبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasiq datang kepadamu membawa berita, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatan tersebut." (QS. Alhujurat: 6)

Dalam kitab Tafsir Aththabariy dijelaskan makna  perintah (فَتَبَيَّنُوا) dalam ayat tersebut menurut sebagian ahlul qurra' adalah menahan (suatu perkara) sampai diketahui kebenarannya dan tidak diterima begitu saja (perkara tersebut). Poin kedua ini juga mewajibkan da'i untuk mencamtumkan sumber terpercaya bila mengutip dari sumber lain. Pun bila ingin me-reshare sesuatu, maka bagilah dari halaman atau akun yang dinilai resmi dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

3. Dakwahkanlah hal-hal yang disepakati bersama.

Bila kamu merasa khawatir dengan membagikan atau menebar nasihat yang di dalamnya rawan ikhtilaf, sedang kamu tidak memiliki ilmu yang mumpuni dalam masalah tersebut, maka sebarkanlah nasihat yang sudah dikenal kesepakatannya. Penulis menyarankan agar menebar nasihat yang membentuk tazkiyatun nafs dengan bertema akhlak dan adab. Bila diamati hal-hal yang berkaitan dengan akhlak dan adab, biasanya tidak rentan ikhtilaf para 'ulama di dalamnya, contoh: larangan berbohong, menundukkan pandangan, jangan mencela, mendekatkkan diri pada Allah, dan hal lainnya. Hal-hal tersebut tidak seperti nasihat bermuatan ilmu fikih yang rentan ikhtilaf -meski begitu bukan berarti yang berkaitan dengan akhlak dan adab semuanya terbebas dari ikhtilaf-.

Perlu diingat, penulis tidak mewajibkan agar tidak menulis nasihat bermuatan ilmu fikih. Semua ilmu yang haq harus sampai pada pada orang lain, bahkan sekalipun pahit rasannya, sesuai sabda Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam:

قُلِ الحَقَّ وَلَوْ كَانَ مُرًّا

"Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya." (HR. Ahmad, Attabrani, Ibn Hibban, dan Alhakim. Berkata Alhakim: "sanadnya shahih".)

Namun, bila ilmu secara lengkapnya tidak kamu ketahui -walau kamu yakin itu sudah benar- dan khawatir akan timbul perdebatan bila ada yang menanyakan kebenarannya, serta khawatir menimbulkan kedustaan demi mempertahankan pendapatmu, maka carilah alternatif lain. Dengan begitu, tidak meninggalkan dakwah, namun juga tidak mendekatkan pada perdebatan sesama muslim. Lebih terlihat mashlahat-nya. 

4. Berilmu dan siap menjawab bila seseorang bertanya.

Manusia harus bertanggung jawab dengan apa yang ia buat. Itu adalah kata-kata yang tak asing bagi kita dan tak diragukan kebenarannya. Bila kamu berbicara sesuatu dan ada seseorang yang bertanya tentang apa yang datang darimu -entah karena mengujimu atau dia memang benar tidak tahu- maka harus siap menjawab dengan benar dan santun.

Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ إِمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ. قِيلَ: وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ؟ قَالَ: الفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ العَامَّةِ

"Sesungguhnya beberapa tahun sebelum datangnya dajjal akan muncul para penipu, sehingga orang jujur didustakan dan orang dusta dibenarkan dan orang yang dipercaya dikhianati, sedang pengkhianat dipercaya, serta para ruwaibidhah angkat bicara.". Ada yang bertanya: "apa itu ruwaibidhah?". Kemudian Rasulullah menjawab: "orang fasik yang berbicara masalah publik." (Musnad Ahmad no. 12820)

5. Tak jadi aib bila meminta maaf karena salah atau tidak tahu.

Bagi seorang ilmuwan, boleh salah asal jangan bohong. Itu memang benar. Manusia bukanlah malaikat, apalagi Tuhan. Manusia tempatnya lupa, salah, dan lalai, namun sebaik-baiknya yang bersalah adalah yang memperbaiki kesalahannya.

Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam bersabda:

كُلُّ بَنِي آدَم خَطَّاءٌ وَخَيْرُ الخَطَّائِينَ التَّوّابُونَ

"Semua anak Adam (manusia) memiliki kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang memiliki kesalahan adalah yang bertaubat (memperbaikinya)." (HR. Tirmidzi, Ibn Majah, dan Darimi. Dibenarkan oleh Ibn Hajar dalam kitab Bulughul Maram.)

6. Hendaknya amalan yang akan disampaikan diamalkan dulu.

Setiap da'i hendaknya mencontohkan terlebih dahulu hal-hal yang akan disampaikannya pada orang lain. Hal yang begitu wajar bila seoarang mad'u (orang yang diseru) melihat kepribadian kamu sebagai da'i apakah sudah selaras dengan apa yang disampaikan atau belum. Apalagi, bila sudah berucap pun belum juga mengamalkan. Hal ini akan berakibat fatal pada diri seorang da'i dan mad'u itu sendiri. Seorang da'i akan dicap sebagai munafik dan mendapat kebencian Allah, sedangkan mad'u merugi karena kehilangan nasihat.

Rasulullah shallallah 'alaihi wasallam bersabda:

آيَةُ المُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

"Ciri-ciri orang munafiq ada tiga: apabila berkata ia bohong, apabila berjanji ia ingkar, dan apabila dipercaya ia khianat." (HR. Bukhari)

Kemudian, Allah subhanahu wata'ala juga berfirman:

يَا أَيُهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak kalia kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan." (QS. Ash-Shaff: 2-3).

Itulah enam poin penting berbagi nasihat (dakwah) di manapun dakwah itu berada, terkhusus di media sosial. Bila pembaca memiliki tips lain, sila beri tambahan tips di kolom komentar. Semoga dengan enam poin tips ini, kita bisa menggunakan media sosial dalam berdakwah dengan bijak dan santun.

Semoga bermanfaat. Barakallah fikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar